Friday 3 August 2007

Aku Mencatat dari Jendela Bis Kota , Pulang Kuliah

Tanah Abang,
anak-anak jalanan bicara tentang keringat dan debu
lagu sumbang dari segala sudut
seperti nyanyian jernih yang tak pernah tiba pada tepi hari
melayang-layang di udara Jakarta dan tersangkut
tapi tiap masa punya warna sendiri
jangan kamu takut

Pasar Rumput Manggarai, serta seranade sungai
bisakah kita sembunyikan warna pucat hari-hari
pada daun-daun trembesi dan warna coklat pohon asam jawa
dari tepi sebuah lanskap tanah merdeka
kadang kita ragu pada udara di daun-daun
selalu coba sembunyikan warna kelam
pada langit yang selalu tak punya rumah

Gunung Sahari, kabut pagi yang telanjang
ada perempuan mandi di kali di depan Gang Kartini
warna puisi biasa tiap kali aku berangkat kuliah
karena kota ini tak lagi punya lagu teduh
pada buruh-buruh yang berlindung pada kering cuaca
lalu seorang pengamen berteriak di atas bis kota
" jangan bicara tentang kemelaratan ...
kamu tak punya suara...
kamu tak punya suara... "

Senayan, Gedung MPR
ribuan mahasiswa memancang panji-panji
buat kaum tanpa rumah, katanya
buat kaum dari tanah-tanah tandus dan rengkah
buat kaum dari ladang-ladang terhimpit

Dari jendela pikuk bising bis kota,
selepas penat kuliah dengan diktat-diktat tak pernah kubaca
kucatat peristiwa-peristiwa luruh dan lepas
aku ingin cepat pulang bergegas
lalu bisa lega bernapas

Sepanjang Jakarta, 24 November 1990

No comments: